Umat Katolik di Washington D.C. Berduka dengan Dihilangkannya Misa Berbahasa Latin

Umat Katolik di Washington D.C. Berduka dengan Dihilangkannya Misa Berbahasa Latin

Berdiri di depan umat parokinya sembari memegang komuni suci, Pastor Vincent De Rosa, Pastor paroki St. Maria Bunda Allah melantunkan “Ecce Agnus Dei” yang berarti “Inilah anak domba Allah.” Umat yang berlutut menjawabnya dengan “Domine, non sum dignus” yang artinya “Tuhan, saya tidak layak.”

Suasana kontemplasi pada Misa Minggu tersebut diwarnai dengan kesedihan karena hal tersebut akan menjadi minggu - minggu terakhir bagi para umat paroki St. Maria Bunda Allah untuk dapat merayakan misa menggunakan Bahasa Latin tradisional karena mulai tanggal 21 September, penggunaan Ritus Latin harus dihentikan. Hal ini disebabkan oleh perang ideologis antara konservatif dan liberal yang menyebabkan Paus Fransiskus akan membatasi penggunaan Bahasa Latin Kuno dalam misa. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa misa dalam Bahasa Latin menjadi ganjalan yang memperdalam perpecahan. Mereka yang menyukai misa dengan Bahasa Latin telah memanfaatkan ritus sebagai cara untuk “memperkuat perbedaan dan mendorong perselisihan yang melukai Gereja.”

Sejalan dengan hal tersebut, Kardinal Wilton Gregory, pengawas Keuskupan Agung Washington, mengeluarkan dekrit lokal yang menyatakan bahwa hanya ada tiga gereja non-paroki di wilayah tersebut yang diizinkan untuk menggunakan Ritus Latin. Hal ini membuat umat di enam paroki di wilayah Washington D.C, yang biasa menghadiri misa dengan Ritus Latin, dihadapkan pada dua pilihan: merombak ritual misa mereka atau menghadiri misa di tiga gereja non-paroki tersebut.

Bagi umat yang telah menghadiri dan melayani dalam misa dengan Ritus Latin di gereja tersebut selama hampir 2 dekade, hal ini cukup membuat mereka merasa hancur dan kehilangan. Umat merasa bahwa ada unsur – unsur tradisional, gerak tubuh, penghormatan suci yang indah, dan kata – kata yang membuat mereka merasa paling dekat dengan surga yang tidak dapat ditemukan dalam misa modern. Selain itu, umat merasa bahwa dengan mengikuti misa berbahasa Latin, mereka memiliki kesempatan yang berharga untuk bermeditasi dan merenung ketika pastor berbicara dengan tenang dalam Bahasa Latin.

Dalam homilinya, Pastor De Rosa mengakui perasaan sakit, cemas, dan bingung yang dirasakan oleh banyak orang dan ia mengatakan bahwa ia juga turut merasakannya. Lebih jauh, Pastor mendesak umatnya untuk berpegang teguh pada kebenaran, persatuan, dan iman dalam perubahan yang terjadi secara mendadak di parokinya.

Pada kesempatan lain, Sylvester Giustino yang merupakan dewan keuangan paroki mengatakan bahwa sekitar 60% dari uang kolekte berasal dari mereka yang mengikuti misa berbahasa Latin pada hari Minggu. Di sisi lain, ia merasa bahwa paroki tidak hanya kehilangan misa berbahasa Latin, namun juga kehilangan banyak orang yang telah menjadi bagian dari komunitas tersebut selama bertahun - tahun.

Akan tetapi, saat ini sebagian besar gereja Katolik merayakan misa dengan gaya modern dalam bahasa yang mudah untuk dipahami para umat lokal. Oleh karena itu, dekrit ini tidak akan mempengaruhi mayoritas umat Katolik di Wilayah Washington D.C.

--

Adapted from: https://www.washingtonpost.com/religion/2022/07/24/dc-latin-mass-saint-mary/ 

Institut Teologi milik Keuskupan Surabaya yang berpegang pada Ajaran Gereja Katolik untuk memberikan pendidikan Teologi kepada para calon imam, awam dan religius. Sebagai Institut Teologi, Imavi bergerak pada pengembangan Pastoral, Katekese dan Liturgi