Murid-murid Yesus Miskin dalam Kebahagiaan

Murid-murid Yesus Miskin dalam Kebahagiaan

Murid-murid Yesus miskin dalam kebahagiaan
====================

Dalam sapaannya sebelum pendarasan Doa Malaikat Tuhan hari Minggu ini, Paus Fransiskus memberikan renungannya mengenai identitas Kristen yang dikemas dalam Sabda Bahagia, dan paus mengatakan bahwa murid-murid Yesus diberkati karena mereka miskin.

Paus Fransiskus mempersembahkan refleksi pembacaan Injil hari Minggu (Luk 6:20-23) pada doa Angelus tengah hari bersama para peziarah di Lapangan Santo Petrus.

Berbicara tentang Sabda Bahagia, Paus mencatat bahwa Yesus dikelilingi oleh banyak orang ketika Dia mewartakan Sabda Bahagia, tetapi Dia menyapa mereka kepada “murid-murid-Nya”.

Paus Fransiskus mengatakan Yesus melakukannya karena Sabda Bahagia “menentukan identitas murid Yesus.”

“Itu semua mungkin terdengar aneh, hampir tidak dapat dipahami oleh mereka yang bukan murid,” akunya. “Namun, jika kita bertanya pada diri sendiri seperti apa murid Yesus itu, jawabannya justru Sabda Bahagia.”

Miskin, diberkati, rendah hati
---------------------------------------------
Paus memusatkan perhatiannya pada kalimat “Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamu adalah empunya Kerajaan Surga.”

“Yesus mengatakan dua hal itu kepada umat-Nya: bahwa mereka diberkati dan miskin, dan bahwa mereka diberkati karena mereka miskin.”

Menjadi miskin, kata Paus Fransiskus, berarti orang Kristiani menemukan sukacita kita dalam karunia yang kita terima setiap hari dari Tuhan — seperti halnya kehidupan, ciptaan, dan saudara-saudari kita — dan bukan dalam rupa uang atau barang materi lainnya.

Kemiskinan jenis ini, lanjutnya, mendorong kita untuk berbagi harta yang kita miliki “menurut logika Tuhan, yaitu secara cuma-cuma.”

“Oleh karena itu,” katanya, “para murid adalah orang-orang yang rendah hati, terbuka, jauh dari prasangka dan kekakuan.”

Paradoks Sabda Bahagia
---------------------------------------
Kemudian paus Fransiskus melanjutkan dengan mengingat kisah dari bacaan Injil hari Minggu lalu tentang Santo Petrus yang menebarkan jala atas ajakan Yesus, sebelum meninggalkan tangkapannya yang ajaib, untuk mengikuti Tuhan.

“Petrus menunjukkan dirinya penurut dengan meninggalkan segalanya, dan dengan cara ini, ia menjadi murid. Sebaliknya, mereka yang terlalu terikat pada ide dan perasaan mereka sendiri, merasa sulit untuk benar-benar mengikuti Yesus.”

Paus mengatakan bahwa beberapa orang mungkin mendengarkan Yesus tetapi pada akhirnya menolak untuk menerima “paradoks Sabda Bahagia” dan akhirnya tidak puas dan merasa sedih.

Terbebas dari rantai kekakuan
----------------------------------------------
Sabda Bahagia, kata Paus, “menyatakan bahwa mereka yang miskin, yang tak memiliki banyak harta dan menyadari hal ini, diberkati, yaitu bahagia.”

“Para murid tahu bagaimana mempertanyakan diri mereka sendiri, bagaimana dengan rendah hati mencari Tuhan setiap hari, dan ini memungkinkan mereka untuk menyelidiki kenyataan, memahami kekayaan dan kompleksitasnya,” katanya.

Murid-murid Kristiani, kata Paus, membiarkan diri kita tertantang dan rela menempuh perjalanan yang melelahkan untuk memasuki logika Tuhan.

“Dengan membebaskan kita dari perbudakan keegoisan, Tuhan membuka kunci kita, melarutkan kekerasan kita, dan membukakan bagi kita kebahagiaan sejati, yang seringkali ditemukan di tempat yang tidak kita harapkan.”

Sukacita murid Kristiani
--------------------------------------
Akhirnya, Paus Fransiskus mengundang orang Kristiani untuk bertanya pada diri sendiri apakah kita menikmati “kesiapsediaan murid” atau apakah kita lebih suka merangkul pola pikir kita sendiri yang kaku.

“Apakah kita membiarkan diri kita 'tertekuk dalam batin' oleh paradoks Sabda Bahagia, atau apakah kita tetap berada dalam batas-batas ide kita sendiri?” tanya Paus.

Paus Fransiskus menutup katekese singkatnya dengan mengingatkan bahwa sukacita adalah tanda sejati seorang murid Yesus.

Paus mengajak semua umat berdoa “Semoga Bunda Maria, murid pertama Tuhan, membantu kita hidup sebagai murid yang terbuka dan penuh sukacita.”

Institut Teologi milik Keuskupan Surabaya yang berpegang pada Ajaran Gereja Katolik untuk memberikan pendidikan Teologi kepada para calon imam, awam dan religius. Sebagai Institut Teologi, Imavi bergerak pada pengembangan Pastoral, Katekese dan Liturgi