KETIKA JIWA MENEMUKAN KETENANGAN DALAM KEHENINGAN DOA: Suatu Refleksi Teologis Tentang Puri Batin Santa Teresa Dari Avila

KETIKA JIWA MENEMUKAN KETENANGAN DALAM KEHENINGAN DOA: Suatu Refleksi Teologis Tentang Puri Batin Santa Teresa Dari Avila

Santa Teresa dari Avila adalah seorang biarawati rubiah karmel (OCD) berkebangsaan Spanyol. Di tanah kelahirannya, banyak dijumpai puri-puri yang megah. Adalah sangat wajar, bahwa dalam ulasannya tentang doa, Santa Teresa menggunakan perbandingan sebuah puri dalam karya tulisnya yang berjudul “Puri Batin“. Dalam ulasannya, Santa Teresa dari Avila membagi puri ke dalam tujuh ruangan, di mana ruangan ketujuh adalah inti jiwa, tempat manusia bertemu secara pribadi dengan Allah. Santa Teresa mulai menulis Interior Castle pada 2 Juni 1577, pada hari raya Tritunggal Maha Kudus, dan menyelesaikannya pada malam hari tepat peringatan  St Andreas, 29 November, pada tahun yang sama. Bersama Santa Teresa dari Avila, kita akan bersama belajar bagaimana kita menemukan Allah dalam diri kita sendiri, bagaimana kita seharusnya berdoa, bagaimana “persatuan dengan Allah” sudah dapat dinikmati semenjak kita hidup di dunia ini. Dalam suatu kesempatan, Santa Teresa pernah berkata bahwa semakin kudus seseorang, maka dia menjadi orang yang semakin manusiawi.

Masuk Ke dalam Ruang-Ruang (Puri) Batin

Santa  Teresa memulai karya ini dengan membayangkan jiwa sebagai sebuah puri yang seluruhnya terbuat dari intan atau kristal yang bening, dimana terdapat banyak ruangan, dan di pusat puri adalah tempat kediaman Sang Raja bersemanyam, yaitu Tuhan sendiri.  Ruangan-ruangan tersebut dipakai untuk menggambarkan perubahan jiwa mulai dari ciptaan yang berdosa (ruang pertama), sampai pada pernikahan rohani. Jiwa masuk kedalam istana lewat doa dan meditasi. Hidup doa, keheningan batin, dan kemesraan dengan Allah berjalan serentak dengan perkembangan dalam rahmat dan kebajikan-kebajikan moral. Jiwa digambarkan sangat indah, tidak bisa tercemar oleh dosa sebab Tuhan telah menciptakan-Nya (bdk. Kej 1:26-27).

Ruang pertama (pengenalan diri) menggambarkan ketika jiwa masih ”penuh sesak dengan kelekatan duniawi, gengsi, penghargaan, kerisauan / kekhawatiran”. Keindahan jiwa itu tidak nampak, kendati mereka ingin melihat dan menikmatinya, ia seakan-akan tidak dapat melewati sekian banyak halangan.  Oleh karena itu, jiwa perlu waktu yang lama tinggal didalam ruang pengenalan diri dan kerendahan hati, yang merupakan dasar kehidupan rohani. Ruang pertama Jiwa disesaki kelekatan duniawi, kurang sensitif akan kehadiran Allah dalam diri dan tidak mengetahui dirinya.  Doa dan renungan (doa batin) adalah pintu masuk puri sedangkan di luar puri berarti berada di dunia. Dosa berat membuat jiwa tidak mampu menangkap terang Allah yang ada di pusat jiwa kita sehingga perbuatan baik menjadi sia-sia.  Dosa menutup rapat dari cahaya matahari Allah. Anugerah Tuhan didapat dengan; takut menghina Tuhan dan kerendahan hati. Mengenal diri berarti mengenal Tuhan bersikap rendah hati, menyadari diri kecil di mata Tuhan.

Di ruang kedua, (Mendengar panggilan Tuhan-mulai berdoa). Dalam ruangan ini setiap orang tinggal dengan kesungguhan dan mau menyerahkan diri kepada Tuhanuntuk berdoa. Kesungguhan inilah yang membedakan dari ruang pertama sebab dalam ruang kedua terjadi perjuangan batin. Orang yang merasa dalam dirinya menjadi terpecah-pecah atau terbagi-bagi bahkan bergulat dengan Tuhan seperti yakub (Kej 32:25-30).  Jiwa mencoba menyelaraskan kehendaknya dengan kehendak Tuhan dan di ruang ini jiwa mulai berdoa dengan teratur. Jiwa masih berada di ruang pertama bila belum menjauhkan diri dari kesempatan-kesempatan berbuat dosa. Percobaan Setan lebih pedih bagi jiwa-jiwa di ruang kedua daripada ruang pertama. Ruang ini adalah persimpangan, apakah terus maju atau kembali ke ruangan pertama (harus memilih antara Allah dan dunia). Di ruang ini banyak percobaan-percobaan sehingga membutuhkan bantuan Tuhan, yakni menjalankan doa dengan satu keinginan supaya kehendak kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Di sisi lain pula jiwa mengalami kekeringan dalm doa. Oleh karena itu, diperlukan keteguhan dan kehendak yang kuat dan bila jatuh, jangan putus asa sebab keheningan dicapai dengan kelembutan dan bukan dengan pemaksaa diri.

Kemudian di ruang ketiga kita melihat gambaran yang sangat positif, misalnya: keinginan untuk tidak menghina Tuhan lagi, Mereka menjauhkan diri bahkan dari dosa-dosa yang cukup kecil. Mereka sudah terbiasa dengan meditasi bahkan berjam-jam dalam ruang keheningan, mencintai sesama, tutur kata dan cara berpakaian sederhana. Namun yang masih kurang dalam Ruang ketiga ialah kehendak utuh untuk penyerahan total. Orang belum mau melupakan dirinya. Orang sudah membangun kekudusan pribadi, (kesombongan rohani). Bisa memamerkan kebajikan-kebajikan, hidup teratur, bersih, merasa diri lebih baik dari org lain. Tetapi belum mengerti bahwa kekudusan bukanlah”memperindah diri”, bukan bertumbuh melainkan menjadi semakin kecil agar supaya Dia menjadi lebih besar (Yoh 3:30).  Terkadang menemukan kekeringan dalam doa-doa, hal ini disebabkan karena kurang rendah hati. Kurangnya rendah hati karena kurang semangat dan syarat untuk berhasil ialah menganggap diri sebagai hamba-hamba yang tak berguna sehingga tidak meminta anugerah-anugerah atau penghiburan rohani. Kuncinya adalah rendah hati dan jangan mencari harta duniawi. Bila masuk ruang keempat akan dapat banyak pertolongan dari Tuhan (rendah hati cirinya bersyukur). Tetapi bila tidak rendah hati, akan mengalami kesedihan sebab jiwa masih bisa jatuh kembali ke ruangan pertama.

Ruang keempat memperkenalkan jiwa pada tahap-tahap pertama doa mistik, yaitu doa hening dan doa yang terserap. Di sini terdapat usaha-usaha askestis dari jiwa menuju Allah yang lebih nyata dalam kontemplasi. Kontemplasi pasif setelah menerima karunia Allah, perlahan-lahan jiwa menarik diri dari kesenangan-kesenangan duniawi dan menemukan dirinya berkembang dalam segala kebajikan dan”akan terus bertumbuh. Ruang keempat ini akan mengantar pada tahap-tahap pertama doa mistik dan setan menggunakan kenikmatan-kenikmatan dari Tuhan untuk percobaan. Ada perbedaan antara kepuasan-kepuasan dan kenikmatan-kenikmatan dalam doa. Kepuasan tidak melapangkan hati, kepuasan bisa menyebabkan air mata ketakutan yang disebabkan nafsu. Pikiran/daya khayal tidak sama dengan akal budi.  Akal budi sama dengan salah satu daya jiwa dalam doa yang khusuk, tetapi pikiran dapat menyebabkan tidak fokus. Oleh karena itu, seseorang akan merasakan penderitaan karena tidak bebas dalam doa batin.

Kenikmatan-kenikmatan yang dianugerahkan Tuhan disebut dengan doa ketentraman. Kenikmatan-kenikmatan itu berasal dari sumbernya, yaitu Tuhan sehingga melapangkan hati. Syarat ketentraman ialah kerendahan hati. Dalam ruang ini, jiwa menikmati keheningan dalam doa. Doa hening ialah keheningan adikodrati sebab keheningan tidak diperoleh melalui kemauan tetapi merupakan rahmat yang diberikan Tuhan, sebab tempat terbaik mencari Tuhan hanya dapat dijumpai di dalam diri kita. Dalam doa hening jangan sampai menghentikan renungan atau berhenti berpikir tetapi serahkan diri dalam cinta. Dalam jiwa orang yang berada dalam doa ketentraman ada kelapangan seperti air yang memancar dari sumbernya terus-menerus sehingga penampungan air menjadi penuh. Selain itu jiwa juga terbuka untuk menerima anugerah.

Dalam ruang ke lima terdapat doa persatuan dan kesatuan rohani dimana Allah menunjukkan diri-Nya. St. Teresa berkata : “Allah menempatkan diri-Nya sedemikian dalam lubuk jiwa sehingga bila jiwa menyadarinya, tidak bisa diragukan lagi bahwa ia berada dalam Allah dan Allah dalam dia”.  St. Teresa menjelaskan doa persatuan ini melalui suatu perbandingan yang indah sekali. Dengan menggunakan kiasan”ulat sutera”, St. Teresa menjelaskan bagaimana jiwa yang dikaruniai rahmat-rahmat ini bisa mempersiapkan diri untuk menerimanya dan mengatakan bahwa: “Tuhan berkuasa memperkaya jiwa melalui macam-macam cara dan membawanya pada ruang-ruang ini, tanpa menggunakan jalan pintas yang telah disebutkan”. Ciri-cirinya adalah daya batin tertidur, seolah-olah tak punya panca indera, tak mampu berpikir bahkan walaupun kita menghendakinya, seakan-akan mati bagi dunia untuk hidup lebih baik dalam Allah. Tidak ada khayalan, daya ingat ataupun budi yang dapat mengganggu kebahagiaan kita bahkan setan pun tidak dapat masuk sebab Tuhan berkarya dalam jiwa seseorang tanpa gangguan sedikit pun. Allah menghuni jiwa sedemikian rupa sehingga ketika seseorag sadar, ia tak dapat meragukan bahwa Allah hadir dalam dia dan ia dalam Allah. Tidak lagi dibutuhkan penglihatan tetapi keyakinan yang kuat. Tuhan tak butuh bantuan kita kecuali penyerahan kehendak kita sepenuhnya. 

Dalam ruang ke enam jiwa menyadari kehadiran Allah. Sehingga ingin berada bersama dengan Dia. Jiwa mengalami kerinduan yang amat dalam akan Allah. Kerinduan ini bisa mengakibatkan penderitaan yang besar, tetapi “pertemuan itu meninggalkan kesan yang begitu mendalam sehingga yang diinginkan jiwa hanyalah untuk menikmatinya lagi” dan jiwa harus mengalami pemurnian tetapi juga mengalami berkat-berkat yang luar biasa. Pencobaan-pencobaan ini bisa lahiriah semata-mata seperti: penyakit jasmani, ditinggalkan sahabat-sahabat, salah mengerti, dapat berupa pencobaan-pencobaan batin dan sebagainya. Penderitaan ini diperlukan untuk memurnikan jiwa dan mempersiapkannya untuk persatuan dengan Sang Mempelai dalam ruang ke tujuh.

Dalam Ruangan ketuju ini jiwa mengalami pernikahan rohani. Disini Allah membawa jiwa melihat dan mengerti tentang Tri Tunggal (3 Pribadi). St. Paulus mengatakan : Apapun yang dipersatukan Allah adalah satu roh dengan Dia bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan, yakni jiwa mati terhadap cara hidup yang lama, tapi hidup dengan menghayati Kristus yang hidup di dalam dirinya. Pengalaman Tritunggal dan kemesraan dengan Allah tidak mengganggu pekerjaan lahiriah. Sehingga tetap menjalankan tugas-tugasnya dengan penuh kasih. Dan bila tugasnya selesai, jiwa berada bersama dengan sahabatnya. Disini jiwa merasakan kehadiran Allah  dalam setiap tugas dan tanggungjawabnya.

Refleksi Teologis

Dalam Gereja Katolik, pewahyuan itu berasal dari Allah yang adalah inisiator utama dalam menjalin relasi dengan manusia. Allah berbicara dan mengundang setiap orang untuk berkomunikasi, keluar untuk berjumpa dalam tingkatan yang lebih antara Pencipta dan ciptaan.

Surat pertama Yohanes mengatakan bahwa cinta yang benar adalah bahwa bukan kita yang mencintai Allah, tetapi Allah yang mencintai kita (1Yoh 4:10). Jadi, bukan bahwa kita harus berdoa, tetapi bahwa kita bisa berdoa. Allah mencurahkan kemungkinan untuk menjalin kedekatan dengan-Nya, memanggil, dan berbagi kehidupan ilahi-Nya.

Sepanjang sejarah keselamatan, dalam berbagai cara, dengan kata dan tindakan, Allah berdialog dengan manusia. Namun demikian, Allah berbicara kepada setiap orang dengan cara sempurna, menyatakan diri-Nya secara utuh dalam Kristus dan mengundang setiap orang masuk dalam relasi yang baru. Kristus menjadi satu-satunya mediator dalam relasi dengan Bapa sehingga setiap panggilan berkomunikasi dengan Allah selalu melalui Kristus.

Kata Abba, Bapa, yang digunakan Yesus dalam doa-Nya, memperlihatkan kedekatan dan relasi afeksi Kristus dengan Allah. Yesus memberi contoh konkret dasar membangun relasi dengan Allah sebagai Bapa, kedekatan dan afeksi yang perlu dimiliki siapa saja sebagai dasar dalam doa. Meditasi tentang Kristus menjadi sentral, tetapi Kristus juga adalah objek dari setiap doa orang beriman. Kristus menjadi mediator unik dan satu-satunya yang bisa sampai kepada Bapa tanpa meniadakan diri-Nya sebagai objek doa-doa umat beriman.

Demikian juga, Roh Kudus diutus ke dalam hati setiap orang beriman untuk membantu agar dalam kelemahan dan ketidakberdayaan dalam berdoa, dalam ketidaktahuan cara berdoa, dalam dunia yang penuh kecemasan, gangguan kesibukan duniawi, dan hidup yang tergesa-gesa. Rahasia doa terbaik adalah membiarkan diri dipimpin dan dituntun oleh Roh Kudus (Gal  5:18).

Melalui usaha yang tekun untuk berada dalam kehadiran Kristus dalam doa, Santa Teresa sungguh maju berkembang melampaui yang biasa pada kebanyakan orang lain. Kristus memberi Santa Teresa kesadaran akan kehadiran-Nya yang terus-menerus sampai membuat Santa Teresa tak sanggup dijauhkan dari-Nya. Namun demikian, meski sudah mencapai ruang tertinggi, puri batin ketujuh, perlu disadari bahwa Allah tetap menjadi inisiator relasi atau dialog ini.

Inisiatif Allah ini ditunjukkan dengan sentuhan cinta terdalam di pusat jiwa manusia. Pengalaman ketersentuhan mistik ini, diyakini Teresa sebagai anugerah dan panggilan Allah untuk tetap berada bersama-Nya dalam doa. Pengalaman ini diungkapkan Santa Teresa sebagai bentuk perhatian yang diberikan Allah dalam berkomunikasi dan meminta agar setiap orang tetap berada bersama-Nya.

Pengalaman kehadiran bukan Kristus saja, tetapi kehadiran Allah Tritunggal, sungguh diperlihatkan kepada Santa Teresa. Tiga Pribadi Allah ini, meski adalah satu, sungguh berkomunikasi dengan jiwanya, berbicara padanya, dan menjelaskan kata-kata Tuhan dalam Injil: bahwa Ia dan Bapa dan Roh Kudus akan datang tinggal dengan jiwa yang mengasihi dan menaati perintah-Nya.

Pengalaman kehadiran Tritunggal Mhakudus dalam diri membuat Teresa semakin mengagumi bahwa Allah Tritunggal tidak akan pernah meninggalkannya bahkan ketika tuga-tugas Santa Teresa telah selesai, ia tetap menikmati penyertaan Tuhan. Oleh karena itu, bagi Santa Teresa doa adalah bersahabat dengan Allah. Sebab melalui doa, ia dapat mengenal Allah secara mendalam.

 

Diperiksa oleh: RD. Stefanus Agung Wicaksono

Institut Teologi milik Keuskupan Surabaya yang berpegang pada Ajaran Gereja Katolik untuk memberikan pendidikan Teologi kepada para calon imam, awam dan religius. Sebagai Institut Teologi, Imavi bergerak pada pengembangan Pastoral, Katekese dan Liturgi