Kehadiran Kristus dalam Roti dan Anggur yang Telah Diubah: Karya Allah Tritunggal dalam Ekaristi

Kehadiran Kristus dalam Roti dan Anggur yang Telah Diubah: Karya Allah Tritunggal dalam Ekaristi

    Pendahuluan

Sakramen Ekaristi menjadi salah satu tanda kehadiran Allah di tengah umat yang merayakannya. Hal itu karena Sakramen Ekaristi menampakkan kehadiran Allah melalui roti dan anggur yang telah diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Dalam proses perubahan tersebut, pemimpin perayaan, yaitu imam, yang mengambil bagian di dalam keallahan Yesus Kristus[1], memohon kepada Allah Bapa untuk mengutus Roh Kudus agar Dia menguduskan persembahan yang telah dipersiapkan di dalam perayaan Ekaristi. Pertama-tama, persembahan tersebut berupa roti dan anggur. Dengan adanya pengudusan dari Allah Bapa melalui Roh Kudus, roti dan anggur tersebut berubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus.[2] Proses perubahan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus menunjukkan bahwa ada karya dari Allah Tritunggal yang menghendaki perubahan tersebut, yaitu kehendak Allah untuk mengubah sesuatu yang bersifat kodrati menjadi sesuatu yang bersifat adikodrati. Oleh karena itu, tulisan ini hendak menunjukkan kehadiran Yesus Kristus di dalam roti dan anggur yang telah diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya karena adanya karya dari Allah Tritunggal di dalam perubahan Ekaristis. Dengan demikian, pemaknaan tentang Sakramen Ekaristi di dalam segi trinitaris semakin memperkaya iman Gereja bagi umat Kristiani saat ini.

Kehadiran Kristus dalam Roti dan Anggur yang Telah Diubah

Makna Kehadiran Kristus

Kehadiran Yesus Kristus di dalam Sakramen Ekaristi disebabkan oleh perubahan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Secara tegas, para bapa Gereja menekankan iman Gereja dengan menunjukkan karya Allah Bapa melalui Sabda Kristus dan kuasa Roh Kudus yang begitu kuat sehingga Sabda dan kuasa Roh menghendaki dan melaksanakan perubahan roti dan anggur tersebut.[3] Pernyataan yang seperti demikian menunjukkan bahwa kehadiran Yesus Kristus melalui pengudusan roti dan anggur yang telah diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya merupakan kehendak dari Allah sendiri yang bekerja melalui Sabda dan Roh-Nya. Kehendak Allah yang bekerja melalui Sabda dan Roh menjadi pengakuan dasar bagi iman Gereja karena hal tersebut menjadi warisan dari jemaat Gereja perdana yang berkaitan dengan pengakuan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan serta pengakuan akan kehadiran Roh Kudus, yang adalah Roh Allah, di dalam Gereja.[4] Pengakuan dasar tersebut menunjukkan adanya pengakuan iman trinitaris Gereja, yang melingkupi kehadiran Allah di dalam pribadi Bapa; Putra, yaitu Yesus Kristus; dan Roh Kudus. Meskipun demikian, iman Gereja juga tetap memegang teguh makna kehadiran Kristus yang hadir di dalam Tubuh dan Darah-Nya, yang merupakan hasil dari perubahan roti dan anggur karena karya Allah sendiri. Melalui konsekrasi roti dan anggur yang telah dipersiapkan di dalam perayaan Ekaristi, seluruh substansi atau hakikat dari roti, yang bersifat kodrati, diubah menjadi Tubuh Yesus Kristus, yang adalah Tuhan, yang memiliki sifat adikodrati, dan seluruh substansi dari anggur, yang juga bersifat kodrati, diubah menjadi Darah-Nya, yang juga memiliki sifat adikodrati. Secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya, perubahan tersebut dinamakan oleh Gereja Katolik sebagai perubahan hakiki atau transsubstansiasi.[5] Kehadiran Kristus di dalam perayaan Ekaristi tetap ada, baik itu dimulai pada saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi. Di dalam setiap rupa maupun di dalam setiap bagiannya, seluruh keberadaan Kristus mencakup bagian yang terdapat di dalam roti dan anggur yang telah diubah. Meskipun di dalam perayaan Ekaristi terdapat tindakan pemecahan roti, hal tersebut tidak membagi Kristus menjadi beberapa bagian[6] sehingga kehadiran Kristus tetap ada di dalamnya secara utuh.

Cara kehadiran Kristus di dalam rupa Ekaristi bersifat khas. Hal itu karena kehadiran tersebut meninggikan Ekaristi di atas seluruh sakramen. Dalam hal ini, kehadiran-Nya seakan-akan menjadi sumber kesempurnaan bagi kehidupan rohani maupun tujuan dari seluruh sakramen.[7] Seperti yang dinyatakan oleh St. Agustinus, yang telah menjelaskan Yoh 6:54, bahwa makanan dan minuman yang telah disediakan bagi para murid-Nya adalah Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Seseorang yang telah menerima Tubuh dan Darah-Nya berarti menanggapi panggilan-Nya untuk hidup di dalam kebenaran dan kehidupan yang kekal. Karena Tubuh dan Darah-Nya, seseorang juga dimuliakan oleh Allah dan hidup di dalam kesatuan-Nya, seperti Yesus dan Bapa yang adalah satu, sehingga seseorang dipersatukan di dalam persekutuan umat Allah, yang adalah Gereja, sebagai tubuh mistik Kristus.[8] Oleh karena itu, Sakramen Ekaristi diwujudkan melalui Tubuh dan Darah Yesus Kristus, yang secara riil dan substansial, bersama dengan jiwa dan ke-Allah-an Yesus Kristus sehingga hal tersebut menampakkan keseluruhan akah Kristus sendiri. Dengan demikian, Sakramen Ekaristi sendiri menghadirkan Kristus yang utuh, yang sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh Manusia.[9]

Proses Perubahan Roti dan Anggur

Dalam proses perubahan roti dan anggur agar keduanya menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus, hal tersebut memerlukan keterlibatan Allah agar perubahan tersebut sungguh-sungguh terjadi. Roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya terjadi pada saat perayaan Ekaristi, yang adalah salah satu dari sakramen lainnya. Karena perayaan Ekaristi adalah sakramen, keterlibatan Allah di dalam perubahan tersebut menjadi wujud kehadiran-Nya. Menurut St. Yohanes Krisostomus, manusia tidak memiliki kuasa untuk menyebabkan bahan persembahan di dalam perayaan Ekaristi untuk menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan karena kuasa Kristus yang menyebabkan bahan persembahan tersebut untuk menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Imam, yang berperan untuk mewakili Kristus, merayakan Sakramen Ekaristi. Kemudian, imam tersebut mengucapkan kata-kata permohonan kepada Allah agar Dia menghendaki perubahan tersebut. Dengan adanya kehendak Allah, yang adalah sumber dari segala sesuatu, daya kerja dan rahmat untuk melaksanakan perubahan tersebut berasal dari Allah sendiri, yang bekerja melalui Sabda dan Roh-Nya. Kata-kata yang telah diucapkan mengubah bahan persembahan tersebut.[10] Permohonan yang diucapkan oleh imam di dalam perayaan Ekaristi agar terjadi perubahan bahan persembahan disebut sebagai epiklese. Dalam hal ini, epiklese merupakan permohonan yang diucapkan oleh imam kepada Bapa agar Dia mengutus Roh Kudus sehingga permohonan tersebut membuat Allah berkehendak untuk mengubah bahan persembahan tersebut menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Bagi umat beriman yang telah menerima Tubuh dan Darah-Nya, mereka telah menerimanya menjadi persembahan yang hidup bagi Allah.[11] Epiklese di dalam perayaan Ekaristi menjadi jantung dari setiap perayaan sakramental, terutama di dalam Sakramen Ekaristi, yang disertakan dengan adanya anamnese (kenangan akan Tuhan).[12] Doa epiklese yang diucapkan oleh imam menimbulkan perubahan substansi yang terdapat di dalam roti dan anggur sehingga bahan persembahan tersebut dikehendaki oleh Allah melalui daya Roh Kudus agar keduanya menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Oleh karena itu, bahan persembahan yang pada mulanya bersifat kodrati telah berubah menjadi persembahan yang bersifat adikodrati. Dengan demikian, bahan persembahan yang dikonsekrasikan dengan berkat dan daya Roh Kudus melampaui yang kodrati sehingga bahan persembahan yang telah menjadi sesuatu yang adikodrati menjadi berkat bagi yang menerimanya.[13] Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah yang hidup, mampu mengubah yang kodrati menjadi yang adikodrati melalui kuasa dari Roh Allah yang menghidupkan.[14] 

Dalam perubahan roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus karena kehendak dari Allah sendiri, hal tersebut menunjukkan kekuatan transformatif dari Roh Kudus di dalam perayaan Ekaristi yang mengarah kepada Kerajaan Allah dan penyelesaian akan misteri keselamatan dari Allah. Dalam ketabahan dan pengharapan, Dia menyanggupkan umat yang menantikan-Nya, yang benar-benar mengantisipasi kesempurnaan di dalam persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus. Roh Kudus dikirim oleh Bapa, yang mendengarkan epiklese dari Gereja, untuk memberikan kepada mereka, yang telah menerima Tubuh dan Darah Yesus Kristus, kehidupan yang kekal. Mereka yang telah menerima-Nya memperoleh tanda dan warisan dari Yesus Kristus sendiri, yang telah mewariskan Ekaristi kepada Gereja.[15] Selain itu, doa di dalam epiklese mengharapkan persatuan umat beriman dengan misteri Kristus yang diwujudkan secara sempurna. “Kasih karunia dari Tuhan Yesus Kristus, dan kasih dari Allah dan di dalam persekutuan dengan Roh Kudus” (lih. 2 Kor 13:13) harus selalu tinggal beserta dengan umat-Nya agar mereka menghasilkan buah-buah setelah mereka merayakan Sakramen Ekaristi. Oleh karena itu, Gereja memohon kepada Bapa agar Dia mengirimkan Roh Kudus sehingga Dia membuat kehidupan umat beriman menjadi persembahan yang hidup bagi Bapa, yaitu melalui perubahan rohani menurut citra Kristus; melalui pengharapan akan kesatuan dengan Gereja; dan melalui keterlibatan di dalam perutusan umat beriman dengan memberikan kesaksian dan pelayanan akan cinta.[16]

Perubahan Ekaristis sebagai Karya Allah Tritunggal

Perubahan Ekaristis, yang telah mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus melalui perayaan Ekaristi, menunjukkan adanya karya dari Allah Tritunggal, yang menunjukkan bagaimana Bapa; Putra; dan Roh Kudus menghendaki perubahan tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh St. Ambrosius bahwa kuasa dari Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah sendiri, mampu menciptakan yang belum ada dari ketiadaan. Dalam hal ini, Yesus mampu mengubah yang ada ke dalam sesuatu yang pada mulanya tidak ada. Maksud dari mengubah sesuatu yang tidak ada menjadi yang ada lebih mengarah kepada transsubstansiasi bahan persembahan untuk perayaan Ekaristi.[17] Sesuatu yang tidak ada menjadi yang ada menunjukkan bahwa ada suatu perubahan bahan persembahan yang pada mulanya bersifat kodrati berubah menjadi bahan persembahan yang bersifat adikodrati, yaitu Tubuh dan Darah-Nya yang menghidupkan. Perubahan Ekaristis juga memerlukan doa yang diucapkan oleh imam, yang mewakili kehadiran Kristus, agar ia memohon Bapa untuk mengutus Roh Kudus dalam menghendaki perubahan roti dan anggur yang akan menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus melalui konsekrasi bahan persembahan yang pada mulanya berupa roti dan anggur. Karya dari Allah Tritunggal yang terdapat di dalam perubahan Ekaristis menunjukkan adanya ungkapan dari iman Gereja. Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa Sakramen Ekaristi, yang dirayakan, melibatkan karya Allah melalui daya berkat dari karya keselamatan Kristus yang dilaksanakan selama satu kali untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, Sakramen Ekaristi tidak dilaksanakan oleh kesucian dari manusia yang melaksanakan dan menerima sakramen tersebut, namun dilaksanakan oleh kekuasaan Allah sendiri. Pada saat Sakramen Ekaristi dirayakan sesuai dengan maksud dari Gereja, karya Allah bekerja di dalam Gereja. Dengan demikian, doa-doa Gereja membuat kekuasaan Kristus dan Roh-Nya terjadi di dalam perubahan Ekaristis sehingga kuasa Kristus tidak bergantung pada kekudusan pribadi pelaksana. Meskipun demikian, kuasa Kristus mampu menguduskan mereka yang telah menerima Tubuh dan Darah-Nya sehingga buah-buah dari Sakramen Ekaristi bergantung pada sikap hati seseorang yang telah menerima persembahan hidup itu.[18]

Kesimpulan

Meskipun perayaan Ekaristi memiliki segi sakramental; liturgis; spritual; maupun pastoral[19], namun perayaan tersebut juga memiliki segi trinitaris. Hal itu karena proses perubahan roti dan anggur yang berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebabkan oleh karya dari Allah Tritunggal, yang diwujudkan melalui doa epiklese. Dengan adanya doa epiklese, imam, yang berperan untuk mewakili Kristus, melakukan konsekrasi terhadap bahan persembahan, yaitu roti dan anggur di altar, sehingga tindakan konsekrasi di dalam epiklese membuat Bapa berkehendak untuk mengutus Roh Kudus-Nya agar roti dan anggur tersebut menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Hal tersebut menunjukkan bahwa perubahan Ekaristis bukan karena kuasa manusia, melainkan karena kuasa dari Allah sendiri, yang memerlukan keterlibatan manusia agar bahan persembahan tersebut menjadi Tubuh dan Darah-Nya yang menghidupkan. Hal ini semakin memperjelas bahwa daya guna sakramen yang bekerja secara ex opere operato[20] mampu menghadirkan Kristus melalui roti dan anggur yang telah diubah sehingga rahmat Allah, sebagai pelaku utama atas terjadinya perubahan tersebut, menghendaki adanya perubahan dari sesuatu yang kodrati menjadi sesuatu yang adikodrati melalui Bapa yang mengutus Roh-Nya untuk mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus, yang adalah Tuhan.
 

DAFTAR PUSTAKA

Aquinas, Thomas. Summa Theologica. Diedit oleh Thomas Gilby, OP. 60 Vol. Cambridge: Blackfriars, 1966. 

Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika 1. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Katekismus Gereja Katolik, Edisi Indonesia. Ende: Nusa Indah, 2007.

Konferensi Waligereja Indonesia. Tata Perayaan Ekaristi. Jakarta: OBOR, 2020.

Laksito, Petrus Canisius Edi. “Ekaristi: Perjamuan Paskah Yesus, Akar Yahudi dan Kebaruan Kristianinya.” Lux et Sal 1, no. 2 (2021): 83–102. 

 

CATATAN KAKI

[1] Konferensi Waligereja Indonesia, Tata Perayaan Ekaristi (Jakarta: OBOR, 2020), 30.

[2] Bdk. Ibid., 203.

[3] Bdk. Katekismus Gereja Katolik (KGK), art. 1375.

[4] Bdk. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 1 (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 130.

[5] KGK, Op.Cit., art. 1376.

[6] Ibid., art. 1377.

[7] Ibid., art. 1374.

[8] Bdk. Thomas Aquinas, Summa Theologica III, Q.73, Art. 3.

[9] Bdk. KGK, Op.Cit., art. 1374.

[10] Bdk. Ibid., art. 1375.

[11] Bdk. Ibid., art. 1105.

[12] Bdk. Ibid., art. 1106.

[13] Bdk. Ibid., art. 1375.

[14] Bdk. Ibid., art. 298.

[15] Bdk. Ibid., art. 1107.

[16] Bdk. Ibid., art. 1109.

[17] Bdk. Ibid., art. 1375.

[18] Bdk. Ibid., 1128.

[19] Petrus Canisius Edi Laksito, “Ekaristi: Perjamuan Paskah Yesus, Akar Yahudi dan Kebaruan Kristianinya,” Lux et Sal 1, no. 2 (2021): 83.

[20] KGK, Op.Cit.

 

Artikel ini telah diperiksa oleh: RD. P.C. Edi Laksito

Institut Teologi milik Keuskupan Surabaya yang berpegang pada Ajaran Gereja Katolik untuk memberikan pendidikan Teologi kepada para calon imam, awam dan religius. Sebagai Institut Teologi, Imavi bergerak pada pengembangan Pastoral, Katekese dan Liturgi